Cari Blog Ini

Kamis, 07 Februari 2013

Kawan, tebak seperti apa aku sekarang? oleh Evi Lestha pada 27 Januari 2012 pukul 22:02 ·

Kawan, sepertinya kiamat memang telah dekat
karna udara disekitarku mulai mahal untukku miliki
jalanan mulai ramai, kawan
tapi jiwaku makin sunyi saja
tanpa kamu yang meramaikan setiap nafas yg ku hembuskan
kawan, apa memang kita tlah dijalan yang berbeda
karna walau kau disampingku sekalipun
tetap saja jauh sekali ku bisa melihat wajahmu.
Aku rindu
demi Tuhan aku rindu
rindu saat kita duduk satu bangku
rindu saat kita bernyanyi lagu rindu
rindu saat kita pernah saling tak bertegur sapa
tapi, apa kau merindukanku? Ini yang slalu ku tanyakan saat mengingatmu
seperti rindu yang mencekam nafasku ini
aku mulai lelah berjalan sendirian, kawan
kapan kita bergandeng tangan dan berjalan beriringan
aku seperti manusia tanpa perasaan sekarang
tak peka lagi seperti saat satu bangku dgmu
sekarang aku tak punya pundak untuk ku menangis
tak punya kawan hanya untuk berteriak saat kesal dg guru
aku rindu
setiap hal yang pernah kita lewati
sekarang sulit untukku jalani sendirian karna jalanku sempit dan gelap
kapan kau menemaniku seperti setiap hari dalam kelas dulu
setiap hal itu indah ternyata saat semua berlalu cukup jauh meninggalkanku
kawan, maaf karna pernah aku membencimu
pernah menjauhimu
itu karna dulu aku tak tau rasanya menyanyangimu tak tau rasanya dekat dgmu.
Maukah kau memaafkan setiap khilafku, sebelum tak mampu lg ku berucAp.
Aku rindu
demi Tuhan aku rindu
rindu setiap tawa yg pernah ada
rindu setiap cerita yg pernah terungkap
aku jadi jahat sekarang karna
tak pernah bercerita tentang hidupku pada teman2ku sekarang
aku jadi oranglain sekarang
karna sepertinya jiwaku yg dulu tlah pergi mengikuTimu menjauh.
Jika sempat kau baca ini
tol0ng kembali dan bawa pulang jiwaku yang hangat dulu.
Aku menungGu kau menyadarkanku dalam pekat sunyi duniaku yang sekarang.

.::Kembalikan Tangan Ita Abah::. (Sungguh, Mata Ini Berkaca-kaca membaca kisah ini (T_T) ) oleh Al-jabar Ananda pada 11 Desember 2011 pukul 16:24 ·


Sepasang suami isteri –seperti pasangan lain di kota-kota besar– meninggalkan anak-anak diasuh pembantu rumah saat bekerja. Anak tunggal keluarga ini, perempuan, berusia tiga setengah tahun, bersendirian di rumah. Acap dia bermain, asyik dengan dunianya sendiri, diabaikan pembantu yang juga sibuk membersihkan rumah.

Bermainlah dia, berayun-ayun di atas buaian yang dibeli papanya, ataupun memetik bunga, mengejar capung, di halaman luas rumahnya, dengan pagar yang selalu terkunci. Suatu hari, dia melihat sebatang paku berkarat. Tertarik, dia pun mencoret lantai garasi. Tapi, karena lantainya terbuat dari marmer, coretan tidak kelihatan. Tak putus asa, coretan dia pindahkan ke mobil ayahnya, yang baru datang sebulan lalu, mobil mewah berwarna hitam.

Coretannya pun tampak jelas. Dia gembira, dengan tanpa lelah, dia tarik garis-garis putih sepanjang mobil itu, dan dia bayangkan, “papa akan senang, mama akan senang…” Ia tahu, menjelang sore, ayahnya akan datang, dengan ibu, sehabis menghadiri undangan.

Setelah penuh coretan sisi sebelah kanan, dia beralih ke sebelah kiri mobil. Dia gambar wajah ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikut imajinasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari si pembantu rumah.

Pulang petang itu, terkejut orang tua si anak ini, melihat mobil yang baru dibeli dengan krediti itu, sudah penuh cacat. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, “Kerjaan siapa ini?!”

Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar. Wajahnya merah padam ketakutan saat melihat wajah bengis tuannya. Sekali lagi, dia mendengar pertanyaan itu, lebih keras, dan dengan gugup, dia menunduk, “Tidak tahu, Pak…”

“Tak tahu?! Kamu di rumah sepanjang hari, apa saja yang kau lakukan?” hardik si isteri lagi.

Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata, “Ita yang membuat itu abahhh… cantik kan!” katanya sambil memeluk abahnya, ingin bermanja seperti biasa. Si ayah yang hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon bunga raya di depannya, terus dipukulkannya berkali-kali ke telapak tangan anaknya. Si anak yang tak mengerti apa-apa itu, melolong, kesakitan dan ketakutan.

Puas memukul telapak tangan, si ayah memukul pula punggung tangan anaknya. Si ibu cuma mendiamkan, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman itu. Pembantu rumah terbengong, tidak tahu harus berbuat apa? Si bapak cukup rakus memukul-mukul tangan kanan dan kemudian tangan kiri anaknya.

Setelah si bapak masuk ke rumah dituruti si ibu, pembantu rumah menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar. Dilihatnya telapak tangan dan punggung tangan si anak, luka kecil dalam, berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil membersihkan luka itu, dia ikut menangis. Anak kecil itu juga terjerit-jerit menahan kepedihan saat luka-lukanya itu terkena air. Si pembantu rumah kemudian menidurkan anak kecil itu di kamarnya.
Si ayah, juga si ibu, seakan tak begitu perduli.

Keesokkan harinya, kedua-dua belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu. “Oleskan obat saja!” jawab tuannya. Pulang dari kerja, dia tidak bertanya lagi tentang anaknya, yang biasa selalu menyambutnya dengan pelukan. Ia biarkan anaknya di kamar pembantu. Si bapak mungkin ingin mengajar anaknya. Tiga hari berlalu, tak pernah sekali pun dia menjenguk si anak. Si ibu pun sama, hanya sesekali bertanya kepada pembantu.

“Ita demam, Bu… ” jawap pembantunya ringkas.

“Kasih minum panadol,” jawab si ibu.

Sebelum masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dia lihat Ita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya. “Biar Ita tahu dia telah melakukan kesalahan,” bisiknya.

Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Ita terlalu panas. “Sore nanti kita bawa ke klinik. Pukul 5.00 tepat,” kata majikannya itu, santai. Sore itu, Ita pun di bawa ke dokter. Tapi, dokter klinik langsung merujuk ke rumah sakit karena keadaan yang kian serius.

Setelah seminggu di rawat inap, dokter memanggil bapak dan ibu anak itu. “Tidak ada pilihan lagi,” katanya, dengan suara yang putus asa. Dokter mengusulkan agar kedua tangan anak itu diamputasi karena gangren yang terjadi sudah terlalu parah. “Lukanya sudah bernanah, parah. Demi menyelamatkan nyawanya kedua tangannya perlu dipotong dari siku ke bawah,” jelas dokter.

Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar. Tapi apa yang dapat mereka katakan. Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si bapak seperti orang gila, menangis tersedan-sedan saat menandatangani surat persetujuan amputasi.

Keluar dari bilik pembedahan, selepas obat bius, Ita menangis kesakitan. Dia heran melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis.

Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata. “Abah…, Mama… Ita tidak akan melakukannya lagi. Ita tak mau Ayah pukul. Ita tak mau jahat. Ita sayang Abah… sayang Mama,” katanya berulang kali, membuat si ibu gagal menahan rasa sedihnya. “Ita juga sayang Kak Narti…” katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuatkan gadis dari Surabaya itu meraung histeris.

“Tapi Abah… tolong kembalikan tangan Ita. Untuk apa Abah ambil juga… Bukankah tangan Ita sudah Abah pukul, kenapa diambil.. Ita janji tidak akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Ita mau makan nanti? Bagaimana Ita mau bermain nanti? Ita janji tidak akan mencoret mobil lagi, Abah. Ita janji…” katanya berulang-ulang.

Serasa copot jantung si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung dia, merangkul Ita. Sementara si Abah, hanya diam, memandangi tangan anaknya, dengan air mata yang jatuh tak putus-putusnya.

Jumat, 01 Februari 2013

..Sepenuh Hati Menjadi Seorang Muslimah.. (KISAH INSPIRATIF)


Kakak mentorku berkata, “Kalau tidak sekarang, kapan lagi kita akan berjilbab? Kita tidak tahu kapan kita akan mati. Apakah kita mau mati dalam keadaan kita belum melakukan kewajiban kita, yaitu menutup aurat?

Perkataan mentorku itu dibalas dengan semangat oleh teman sekelompokku yang seorang muallaf. Ia mengatakan dengan lantang bahwa ia akan mengenakan jilbab. Mendengar perkataannya, aku hanya mampu berkata dalam hati, ”Subhanallah, padahal dia baru masuk Islam, tapi dia sudah berniat untuk mengenakan jilbab.” Kenyataan tersebut telah mengiris-ngiris keimananku yang tak kunjung berniat untuk menutup aurat, padahal aku telah mengenal Islam sejak aku dilahirkan ke dunia.

Kata-kata mentorku terus bersarang dipikiran dan hatiku hingga aku tiba di rumah. Kakak-kakak perempuanku telah lebih dahulu menutup auratnya. Namun, hal itu karena mereka bersekolah di sekolah Islam. Mereka memakai jilbab jika hendak pergi keluar rumah saja. Aku yang dari kecil bersekolah di sekolah negeri, tak ada pikiran untuk memakai jilbab. Aku pun selalu merasa risih dan enggan memakai jilbab ke sekolah, meskipun pada hari itu sekolahku mengharuskan para siswinya yang muslim mengenakan jilbab pada hari Jumat. Saat itu, aku masih berpikir bahwa jilbab itu ribet. Tapi, malam ini aku sangat bimbang. “Ya Rabb, apakah kejadian ini adalah cara-Mu untuk menunjukkan pintu hidayah-Mu kepadaku?”

******
13 Maret 2008

Sabtu pagi, aku bersiap untuk pergi bersama beberapa teman SMA. Di dalam kamar, aku menatap wajahku dengan lama di depan cermin. Ku yakinkan hatiku untuk memulai menutupi auratku. Bismillaahhirrahmaanirrahim. Dengan yakin, aku ambil jilbab dan ku tutupi rambutku dengan jilbab berwarna putih. Jilbab putih bersih aku kenakan di hari pertama ku menutup aurat. Semoga Allah tetap menjaga kebersihan hatiku, sehingga aku bisa tetap istiqomah dengan jilbabku.

Setelah rapi dengan jilbabku, aku pun keluar kamar. Ibuku tak banyak berkomentar tentang penampilanku pagi itu. Semenjak aku duduk di bangku kuliah, aku lebih sering menggunakan jilbab pada hari-hari tertentu, seperti hari Jumat yang dijadikan sebagai Jilbab Day’s di kampusku.

Senin pagi, aku keluar dari kamarku dengan mengenakan jilbab. Aku bersiap jalan ke kampus. Pada hari ketiga itu, ibu dan keluargaku pun belum berkomentar mengenai penampilanku yang kini berjilbab. Mungkin, ibu mengira bahwa aku menengakan jilbab karena ada acara atau hari tertentu di kampus, seperti Jilbab Day’s. Senin itu, hari pertama aku dan temanku, yang seorang muallaf, mengenakan jilbab ke kampus. Teman-teman kuliahku memberikan selamat kepada kami. Mereka berdoa agar kami bisa tetap istiqomah mengenakan jilbab.

Keesokan harinya, saat aku sedang bersiap-siap ke kampus, ibuku berkomentar tentang penampilanku yang lagi-lagi mengenakan jilbab.

Ibuku bertanya, “Tania, kamu pakai jilbab sekarang?”

Aku menjawab, “Iya Bu.”

“Kamu ngapain sih pakai jilbab? Nanti susah loh cari kerja. Untuk sekarang mah ga perlu banget memakai jilbab. Pakai jilbabnya nanti saja kalau kamu sudah menikah.”, Ibuku berkomentar dengan ketus.

Aku hanya menunduk mendengar perkataan ibu. Mata ini berkaca-kaca hampir tak kuat membendungan butiran air yang akan jatuh. Dadaku terasa sesak, seakan oksigen disekitarku lenyap seketika saat mendengar perkataan ibu. Ternyata, niat baik ini ditentang oleh ibuku sendiri.

“Ngapain sih pakai jilbab? Ribet tahu. Nanti bakal susah nyari kerja.”, tiba-tiba Ka Rani menimpali perkataan ibu.

Aku tak habis pikir kalau ibu dan kakakku bisa berkata seperti itu. Mereka tak mendukung keputusanku untuk menutup aurat. Mereka malah mengatakan bahwa sekarang aku belum perlu untuk memakai jilbab. Bahkan kakak lelakiku pun bertanya kepadaku kenapa aku memakai jilbab. Padahal, kakak lelakiku itu menginginkan seorang wanita berjilbab untuk menjadi pendamping hidupnya, tapi dia malah melarang adik perempuannya mengenakan berjilbab.

Seperti berjalan sendiri di sebuah padang ketika keluargaku tak mendukung niat baikku ini, kecuali ayahku. Meskipun ibu dan kakak-kakakku berkomentar sinis, aku masih memiliki ayah yang berada dipihakku.

******

Malam itu, ketika aku berada di dalam kamar, aku mendengar ibu dan kakak-kakaku membicarakanku. Mereka semua tetap tidak menyukai keputusanku itu. Sungguh menyakitkan mendengar mereka berbicara di belakangku. Aku merasa seperti dipojokkan dalam keluargaku sendiri. Keluargaku bukanlah keluarga yang tidak sama sekali mengerti agama, tapi kenapa mereka bisa berpikiran sesempit itu terhadap wanita yang menutup auratnya. Sambil meneteskan air mata, hatiku berkata, ”Ya Allah, apakah ini bagian dari ujian-Mu kepadaku? Ya Allah, berikan aku kesabaran untuk menghadapi keluargaku dan berikan aku keteguhan untuk tetap pada pendirianku.”

******

Suatu hari, rohis dari departemenku mengadakan acara. Aku salah satu panitia dari acara tersebut. Seluruh panitia wanita diharuskan mengenakan rok. Saat itu, hatiku langsung menolak untuk mengenakan rok. Aku tak memiliki rok dan aku enggan untuk memakainya. Saat aku memutuskan untuk berjilbab, aku memang masih mengenakan celana panjang dalam setiap aktifitasku. Karena sudah diputuskan bahwa semua panitia menggunakan rok, aku pun terpaksa harus mematuhinya. Aku meminjam rok pada kakakku.

Akhirnya, aku pun mematuhi peraturan panitia untuk mengenakan rok. Seperti biasa, untuk kesekian kalinya ibu ku berkomentar tentang penampilanku. Pagi itu, ibu berkomentar tentang penampilanku yang mengenakan rok.

”Tania, kamu ngapain sih pakai rok? Ribet jalannya.”, tanya ibu kepadaku.

Aku hanya tersenyum dan meminta izin untuk pergi ke kampus.

Ternyata, hari itu adalah permulaan aku mencoba untuk memakai rok. Setelah hari itu, aku mendapatkan hadiah berupa sebuah rok dari sahabatku. Aku kembali berpikir apakah kado ini adalah sebuah teguran dari Allah agar aku segera mengenakan rok. Setelah hari itu, aku mulai terbiasa memakai rok saat pergi ke kampus. Aku pun mulai memanjangkan jilbabku hingga menutupi dada.

******

13 Agustus 2008

Setelah jam kuliah berakhir, aku kembali dijemput oleh laki-laki yang telah dekat dengan ku sejak kelas 2 SMA. Sepanjang perjalanan otakku terus berpikir memilih kata-kata yang tepat untuk mengakhiri hubungan kami. Kata-kata yang tidak menyinggung dan menyakiti dia. Sesampainya di depan rumahku, aku turun dari motornya.

Dengan suara sedikit parau, aku memberanikan diri mengatakan, ”Rian, mulai hari ini, lebih baik kita berteman saja. Masih mau kan menjadi teman Tania?”

Rian menjawab, ”Memangnya kenapa? Kenapa seperti ini?”

Aku terdiam. Aku tak mampu mengeluarkan kata-kata. Tanpa sadar, air mataku menetes begitu saja tanpa bisa dibendung.

Kemudian Rian berkata dengan mata yang mulai berkaca-kaca, ”Baiklah, kalau Tania memang maunya seperti itu.”

Aku melihat gurat sedih diwajahnya. Kami berdua terbuai dalam kesedihan saat mengakhiri hubungan yang telah berjalan kurang lebih 3 tahun. Setelah mengakhiri hubungan kami, aku langsung bergegas masuk ke dalam rumah.

Saat tiba di kamar, air mata ini belumlah terhapus sempurna. Namun, aku merasakan sebuah kebahagian, kebebasan, dan ketenangan, bukan lagi kesedihan seperti beberapa menit yang lalu. Aku seperti telah meletakkan beban yang selama ini aku pikul. Terasa ringan. Aku seperti burung yang dibebaskan dari sangkarnya. Bebas dan lepas. Kini aku bisa lebih fokus untuk kuliahku, keluargaku, aktifitasku, dan tentu saja ibadahku.

Setelah malam itu, langkahku terasa ringan untuk mencintai-Nya dan melakukan hal-hal yang disukai-Nya tanpa harus membagi perhatian kepada orang yang belum tentu menjadi jodohku. Kesabaranku terhadap keluargaku pun berbuah manis. Kini, mereka telah menerima perubahan dalam diriku dengan senang hati.

Aku teringat dengan buku karya Salim A. Fillah yang berjudul Saksikan bahwa Aku Seorang Muslim yang pernah kubaca. Aku semakin yakin dan bangga menunjukkan identitasku sebagai seorang muslimah. Aku tak perlu memikirkan tentang komentar-komentar orang tentang aku yang memakai jilbab panjang dan mengenakan rok. Aku adalah seorang muslimah. Menutup aurat bukanlah kebutuhanku, tetapi kewajibanku. Hal tersebut sudah jelas dikatakan dalam firman Allah SWT dalam surat Al-Ahzab ayat 59,

”Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Kisah ini untuk diikutsertakan dalam Lomba Kisah Menggugah Pro-U Media 2010 dihttp://proumedia.blogspot.com/2010/10/lomba-kisah-pendek-menggugah-pro-u.html

..Sepenuh Hati Menjadi Seorang Muslimah.. (KISAH INSPIRATIF)


Kakak mentorku berkata, “Kalau tidak sekarang, kapan lagi kita akan berjilbab? Kita tidak tahu kapan kita akan mati. Apakah kita mau mati dalam keadaan kita belum melakukan kewajiban kita, yaitu menutup aurat?

Perkataan mentorku itu dibalas dengan semangat oleh teman sekelompokku yang seorang muallaf. Ia mengatakan dengan lantang bahwa ia akan mengenakan jilbab. Mendengar perkataannya, aku hanya mampu berkata dalam hati, ”Subhanallah, padahal dia baru masuk Islam, tapi dia sudah berniat untuk mengenakan jilbab.” Kenyataan tersebut telah mengiris-ngiris keimananku yang tak kunjung berniat untuk menutup aurat, padahal aku telah mengenal Islam sejak aku dilahirkan ke dunia.

Kata-kata mentorku terus bersarang dipikiran dan hatiku hingga aku tiba di rumah. Kakak-kakak perempuanku telah lebih dahulu menutup auratnya. Namun, hal itu karena mereka bersekolah di sekolah Islam. Mereka memakai jilbab jika hendak pergi keluar rumah saja. Aku yang dari kecil bersekolah di sekolah negeri, tak ada pikiran untuk memakai jilbab. Aku pun selalu merasa risih dan enggan memakai jilbab ke sekolah, meskipun pada hari itu sekolahku mengharuskan para siswinya yang muslim mengenakan jilbab pada hari Jumat. Saat itu, aku masih berpikir bahwa jilbab itu ribet. Tapi, malam ini aku sangat bimbang. “Ya Rabb, apakah kejadian ini adalah cara-Mu untuk menunjukkan pintu hidayah-Mu kepadaku?”

******
13 Maret 2008

Sabtu pagi, aku bersiap untuk pergi bersama beberapa teman SMA. Di dalam kamar, aku menatap wajahku dengan lama di depan cermin. Ku yakinkan hatiku untuk memulai menutupi auratku. Bismillaahhirrahmaanirrahim. Dengan yakin, aku ambil jilbab dan ku tutupi rambutku dengan jilbab berwarna putih. Jilbab putih bersih aku kenakan di hari pertama ku menutup aurat. Semoga Allah tetap menjaga kebersihan hatiku, sehingga aku bisa tetap istiqomah dengan jilbabku.

Setelah rapi dengan jilbabku, aku pun keluar kamar. Ibuku tak banyak berkomentar tentang penampilanku pagi itu. Semenjak aku duduk di bangku kuliah, aku lebih sering menggunakan jilbab pada hari-hari tertentu, seperti hari Jumat yang dijadikan sebagai Jilbab Day’s di kampusku.

Senin pagi, aku keluar dari kamarku dengan mengenakan jilbab. Aku bersiap jalan ke kampus. Pada hari ketiga itu, ibu dan keluargaku pun belum berkomentar mengenai penampilanku yang kini berjilbab. Mungkin, ibu mengira bahwa aku menengakan jilbab karena ada acara atau hari tertentu di kampus, seperti Jilbab Day’s. Senin itu, hari pertama aku dan temanku, yang seorang muallaf, mengenakan jilbab ke kampus. Teman-teman kuliahku memberikan selamat kepada kami. Mereka berdoa agar kami bisa tetap istiqomah mengenakan jilbab.

Keesokan harinya, saat aku sedang bersiap-siap ke kampus, ibuku berkomentar tentang penampilanku yang lagi-lagi mengenakan jilbab.

Ibuku bertanya, “Tania, kamu pakai jilbab sekarang?”

Aku menjawab, “Iya Bu.”

“Kamu ngapain sih pakai jilbab? Nanti susah loh cari kerja. Untuk sekarang mah ga perlu banget memakai jilbab. Pakai jilbabnya nanti saja kalau kamu sudah menikah.”, Ibuku berkomentar dengan ketus.

Aku hanya menunduk mendengar perkataan ibu. Mata ini berkaca-kaca hampir tak kuat membendungan butiran air yang akan jatuh. Dadaku terasa sesak, seakan oksigen disekitarku lenyap seketika saat mendengar perkataan ibu. Ternyata, niat baik ini ditentang oleh ibuku sendiri.

“Ngapain sih pakai jilbab? Ribet tahu. Nanti bakal susah nyari kerja.”, tiba-tiba Ka Rani menimpali perkataan ibu.

Aku tak habis pikir kalau ibu dan kakakku bisa berkata seperti itu. Mereka tak mendukung keputusanku untuk menutup aurat. Mereka malah mengatakan bahwa sekarang aku belum perlu untuk memakai jilbab. Bahkan kakak lelakiku pun bertanya kepadaku kenapa aku memakai jilbab. Padahal, kakak lelakiku itu menginginkan seorang wanita berjilbab untuk menjadi pendamping hidupnya, tapi dia malah melarang adik perempuannya mengenakan berjilbab.

Seperti berjalan sendiri di sebuah padang ketika keluargaku tak mendukung niat baikku ini, kecuali ayahku. Meskipun ibu dan kakak-kakakku berkomentar sinis, aku masih memiliki ayah yang berada dipihakku.

******

Malam itu, ketika aku berada di dalam kamar, aku mendengar ibu dan kakak-kakaku membicarakanku. Mereka semua tetap tidak menyukai keputusanku itu. Sungguh menyakitkan mendengar mereka berbicara di belakangku. Aku merasa seperti dipojokkan dalam keluargaku sendiri. Keluargaku bukanlah keluarga yang tidak sama sekali mengerti agama, tapi kenapa mereka bisa berpikiran sesempit itu terhadap wanita yang menutup auratnya. Sambil meneteskan air mata, hatiku berkata, ”Ya Allah, apakah ini bagian dari ujian-Mu kepadaku? Ya Allah, berikan aku kesabaran untuk menghadapi keluargaku dan berikan aku keteguhan untuk tetap pada pendirianku.”

******

Suatu hari, rohis dari departemenku mengadakan acara. Aku salah satu panitia dari acara tersebut. Seluruh panitia wanita diharuskan mengenakan rok. Saat itu, hatiku langsung menolak untuk mengenakan rok. Aku tak memiliki rok dan aku enggan untuk memakainya. Saat aku memutuskan untuk berjilbab, aku memang masih mengenakan celana panjang dalam setiap aktifitasku. Karena sudah diputuskan bahwa semua panitia menggunakan rok, aku pun terpaksa harus mematuhinya. Aku meminjam rok pada kakakku.

Akhirnya, aku pun mematuhi peraturan panitia untuk mengenakan rok. Seperti biasa, untuk kesekian kalinya ibu ku berkomentar tentang penampilanku. Pagi itu, ibu berkomentar tentang penampilanku yang mengenakan rok.

”Tania, kamu ngapain sih pakai rok? Ribet jalannya.”, tanya ibu kepadaku.

Aku hanya tersenyum dan meminta izin untuk pergi ke kampus.

Ternyata, hari itu adalah permulaan aku mencoba untuk memakai rok. Setelah hari itu, aku mendapatkan hadiah berupa sebuah rok dari sahabatku. Aku kembali berpikir apakah kado ini adalah sebuah teguran dari Allah agar aku segera mengenakan rok. Setelah hari itu, aku mulai terbiasa memakai rok saat pergi ke kampus. Aku pun mulai memanjangkan jilbabku hingga menutupi dada.

******

13 Agustus 2008

Setelah jam kuliah berakhir, aku kembali dijemput oleh laki-laki yang telah dekat dengan ku sejak kelas 2 SMA. Sepanjang perjalanan otakku terus berpikir memilih kata-kata yang tepat untuk mengakhiri hubungan kami. Kata-kata yang tidak menyinggung dan menyakiti dia. Sesampainya di depan rumahku, aku turun dari motornya.

Dengan suara sedikit parau, aku memberanikan diri mengatakan, ”Rian, mulai hari ini, lebih baik kita berteman saja. Masih mau kan menjadi teman Tania?”

Rian menjawab, ”Memangnya kenapa? Kenapa seperti ini?”

Aku terdiam. Aku tak mampu mengeluarkan kata-kata. Tanpa sadar, air mataku menetes begitu saja tanpa bisa dibendung.

Kemudian Rian berkata dengan mata yang mulai berkaca-kaca, ”Baiklah, kalau Tania memang maunya seperti itu.”

Aku melihat gurat sedih diwajahnya. Kami berdua terbuai dalam kesedihan saat mengakhiri hubungan yang telah berjalan kurang lebih 3 tahun. Setelah mengakhiri hubungan kami, aku langsung bergegas masuk ke dalam rumah.

Saat tiba di kamar, air mata ini belumlah terhapus sempurna. Namun, aku merasakan sebuah kebahagian, kebebasan, dan ketenangan, bukan lagi kesedihan seperti beberapa menit yang lalu. Aku seperti telah meletakkan beban yang selama ini aku pikul. Terasa ringan. Aku seperti burung yang dibebaskan dari sangkarnya. Bebas dan lepas. Kini aku bisa lebih fokus untuk kuliahku, keluargaku, aktifitasku, dan tentu saja ibadahku.

Setelah malam itu, langkahku terasa ringan untuk mencintai-Nya dan melakukan hal-hal yang disukai-Nya tanpa harus membagi perhatian kepada orang yang belum tentu menjadi jodohku. Kesabaranku terhadap keluargaku pun berbuah manis. Kini, mereka telah menerima perubahan dalam diriku dengan senang hati.

Aku teringat dengan buku karya Salim A. Fillah yang berjudul Saksikan bahwa Aku Seorang Muslim yang pernah kubaca. Aku semakin yakin dan bangga menunjukkan identitasku sebagai seorang muslimah. Aku tak perlu memikirkan tentang komentar-komentar orang tentang aku yang memakai jilbab panjang dan mengenakan rok. Aku adalah seorang muslimah. Menutup aurat bukanlah kebutuhanku, tetapi kewajibanku. Hal tersebut sudah jelas dikatakan dalam firman Allah SWT dalam surat Al-Ahzab ayat 59,

”Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Kisah ini untuk diikutsertakan dalam Lomba Kisah Menggugah Pro-U Media 2010 dihttp://proumedia.blogspot.com/2010/10/lomba-kisah-pendek-menggugah-pro-u.html

.::Sungguh Cantik Jika Kau Berjilbab::. (Motivasi Islami (^_^) ) oleh Al-jabar Ananda pada 14 Januari 2012 pukul 17:56 ·


Saya pernah berpikir, Apa sih yang menjadi alasan wanita belum mau atau gak mau makai jilbab? Banyak banget alasan yang saya terima, baik dari apa yang saya lihat atau dengar. Iseng pernah saya bertanya pada teman wanita saya tentang menggunakan jilbab. Jawabannya macem-macem banget. Menarik juga kalo saya bahas. Dibawah ini Cuma beberapa alasan yang saya ketahui, setidaknya alasan ini umum lah di kalangan teman wanita kita yang gak berjilbab. Semoga nanti, apalagi kalo habis baca artikel ini, teman/saudari wanita kita lalu pada mau pake jilbab, wah syukur alhamdulillah deh. Buat wanita yang merasa alasan di artikel ini "sama" dengan alasan mereka, afwan ya! Ini cuma bahan renungan dan ajakan agar wanita itu benar-benar mulia hidup di dunia ini.


1. Pake jilbab merasa gerah dan panas.


Kata siapa? Bukannya pakai jilbab itu malah adem? Lengan, kaki, wajah jadi tertutupi dari panasnya matahari. Udah gak perlu lulur lagi biar badan halus & bersih. Secara gitu loh, tubuh udah terlindungi dari sengatan matahari & ultra violet. Gak percaya? Cek aja temen-temen kalian yang berjilbab, kulitnya lebih superior dari kalian.he...he...he...(buat pria yang belum mahrom DILARANG KERAS.he...he...he...). Mending ngerasa gerah di dunia tapi entar di akhirat jadi adem, daripada gak pake jilbab di dunia biar adem, tapi di akhirat malah gerah… Hayoo…!!!


2. Jilbab gak menarik, gak gaul, gak keren.

Alasan dasar wanita pada umumnya kan? Lucu juga kalo kita pahami alasan ini, dibilang gak menarik & semacamnya. Menarik disini sebenarnya orientasinya kepada pria kan! Jadi biar menarik gak usah pake jilbab dong?

Saudari muslimku, padahal sesungguhnya yang lebih menarik buat mayoritas pria adalah wanita berjilbab. Gak hanya itu, wanita berjilbab pun lebih dihormati daripada yang gak pake jilbab. Sering gak kalian diledek cowo waktu di jalan sambil di 'suit-suitin' mereka? Bukannya itu sama aja merendahkan diri kalian sendiri buat cowo-cowo itu. Kalian udah kaya barang tontonan yang bisa diledek. Coba kalian pake jilbab, pria iseng aja segan ma kalian, apalagi pria yang 'alim'.wuih tambah segan... apalagi jaman sekarang udah banyak kan butik2 yang menjual berbagai macam jilbab yang elegan tetapi harus tetap syar'i lho...


3. Takut durhaka, karena orang tua melarang untuk berjilbab.

Kita memang wajib patuh pada ortu. Tapi kita boleh bahkan wajib tidak menuruti perintah mereka jika perintah mereka gak sesuai/melenceng dari agama. Kalian gak boleh pake jilbab sama ortu coz takut durhaka? Jilbab itu wajib buat wanita baligh, kalo kalian nurut sama perintah ortu, kalian bukan durhaka sama mereka, tapi durhaka sama Allah SWT. Sedang azab dari durhaka itu kan dari Allah. Allah gak akan mengazab hambanya yang taqwa kepadaNya. Justru ortu lah yang telah berbuat durhaka. Punya anak bukannya diajarin sholehah, eh malah ngelarang-ngelarang anaknya menutup auratnya. Maksudnya apa pak/bu? Biar laku apa gimana? (Astaghfirullah).


4. Pakaian muslim kan mahal!

Alasan kaya gitu hanya berlaku buat saudara kita yang sangat-sangat miskin sehingga gak mampu membeli pakaian Islami. Bisa juga cuma alasan dia saja, sebab ia lebih menyukai pakaian yang 'bugil' sehingga tampak lekuk tubuhnya atau paha mulusnya bisa kelihatan orang. Aneh ga, pakaian gituan bukannya lebih mahal? Kenapa bilang gak mampu beli baju muslimah? Bandingin aja misal baju muslimah harganya Rp.100 ribu, kaos cewe yang ketat, harganya Rp.50 ribu. Mahal mana? Kalo orang 'bisa mikir', pasti mahalan kaosnya. Lihat aja, kaos paling kainnya sekitar 1 meter juga ga nyampe harga Rp.50 ribu. Baju muslim bisa 2 meter lebih cuma Rp.100 ribu. Katanya ga mampu pakaian yang banyak kainnya, tapi beli kaos sampai segudang mampu. Aneh tapi nyata.!!!

5.Takut gak istiqamah.

Buat apa pake jilbab tapi kelakuannya buruk? Banyak yang bilang demikian. Waduh saudari ku, jangan yang jadi contoh orang macam gitu. Tapi cari contoh orang yang benar-benar istiqomah & muslimah. Kan banyak wanita muslimah yang bisa ditemui. Kalo gak nemu-nemu ya kebangetan. Kalo orang berpikiran gini, bisa-bisa udah gak ada Islam lagi. Misalnya, mau belajar shalat tapi takut ga istiqomah, trus jadi ga shalat. Lah gimana mau istiqomah kalo belum mulai aja udah mundur duluan. Cari contoh orang yang muslimah ya! dan bertemanlah dengan orang yang benar2 shalehah yang bisa menasehatimu untuk duniamu dan untuk akhiratmu.... watawasaubil haq watawasaubissabr....


6. Belum mendapat hidayah, buat berjilbab.

Hidayah apa yang dimaksud? Jilbab itu kewajiban, bukan nunggu datangnya hidayah lau baru mengenakan jilbab. Kalo hidayah gak dateng-dateng, so ga pake jilbab? Ibarat makan, kita ga perlu nunggu laper baru kita makan kan? Kalo 1 minggu kalian gak laper-laper trus gak makan? Ya malah kebeneran tue, jadi makanannya bisa disumbangin aja. Kalo mau kenyang ya makan dong, begitu juga kalo mau dapat hidayah, pake jilbab dong. Percaya deh kalo kamu pake jilbab ikhlas karena Allah, InsyaAllah kamu akan ngerasain hidayah itu.


7. Punya tubuh yang indah, lalu ditampakkin auratnya, dengan alasan menghargai anugrah/ kenikmatan yang diberikan Allah kepadanya.

Menghargai sih menghargai, tapi apa gak liat perintah Allah buat menutup aurat? Allah memberikan tubuh indah kalian itu hanya untuk mahrom kalian (suami kalian), bukan malah buat diobral gitu. Ini bukannya menghargai anugrah Allah, tapi malah merusak anugrah tersebut. Demi Allah, Agama Islam gak ada perintah menghargai kenikmatan berupa tubuh wanita yang indah buat jadi tontonan umum, kecuali buat mahromnya (suami misalnya). Kalo kalian berpikir gini, Islam KTP ya mba?


8. Belum waktunya.

Ini hanya pernyataan wanita yang dangkal pikirannya. Dalam agama Islam udah diatur kapan wanita wajib mengenakan jilbab. Kenapa malah ngulur-ngulur waktu. Gak beda waktu shalat. Shalatnya 5 menit lagi ah, 10 menit lagi ah, dst, eh pada akhirnya malah gak shalat karena waktu shalat udah lewat & berganti waktu shalat yang lain. Berkata belum saatnya pake jilbab, pakenya ntar kalo udah tua. Nah kalo besok kamu mati gimana? Bekal aja belum punya, bawa dosa pula. Subhanallah.


9. Karena takut dicap aliran tertentu kalo pake jilbab

Sekarang ku tanya, kalian lebih suka dianggap aliran tertentu, tapi kalian Islam yang bener, atau dianggap aliran modern ala barat dengan pakaian seksi-seksi yang kalo mata melihat gak ada bedanya kalian gak berpakaian?

Kalo pilihan kalian yang kedua, ku doain aja deh biar suatu saat hati kalian terbuka. Habis susah sih kalo ngomong sama orang yang pemahaman agama kurang trus pikirannya udah dirasuki pikiran ala barat.

Kita disini saling belajar & bertukar ilmu, saya pun masih dangkal agamanya. Saya hanya menyampaikan yang saya tahu agar umat Islam kita kembali pada ajarannya

Kurangnya pemahaman terhadap Islam inilah yang menjadi ketidaktahuan kita akan Islam sebenarnya. Orang yang berpendapat kaya gini sebenarnya karena dibuat-buat untuk menutupi diri sendiri agar tidak dituduh melanggar syari'at. Sesungguhnya di dalam Islam itu ada dua golongan, yaitu golongan Hizbullah, golongan yang senantiasa menaati perintah Allah dan golongan Hizbus Syaithan, yakni golongan yang melanggar perintah Allah. Nah kalian mau pilih yang mana?


10. Takut gak laku, jadi selama ia belum nikah, maka ia belum mengenakan jilbab.

Nah alasan ini sebenarnya berhubungan dengan point 1. Alasan ga memakai jilbab agar auratnya dapat terpancar sehingga menjadi daya tarik kaum pria. Hanya wanita (maaf) "kurang baik" yang berfikir kaya gini. Kalian berarti barang dagangan dong ya? Biar laku jadi membuka aurat kalian gitu? Justru pria lebih tertarik pada wanita berjilbab, Karena setidaknya dia dapat melindungi auratnya, daripada yang berpakaian seksi. Iiiihhh ogah amat kita kaum pria (muslim) nikah sama wanita yang mengumbar tubuhnya ke umum. Kalian malah akan dicap sebagai wanita murahan. Bukan sebagai primadona.

Eh ada juga ding yang memprimadonakan si seksi ini. Mau tau? Ya pria iseng & gak bermoral. Emang mau punya suami yang kaya gini? Gak kan? Lagian tu ya, kebanyakan wanita muslimah itu lebih dulu 'laku' menikah lho daripada wanita biasa. Disini maksudnya, wanita berjilbab malah 'lebih laku' duluan dalam soal pernikahan. Nah lho! liat aja wanita berjilbab umur belasan udah banyak yang ngantri ini pengalaman dilingkungan sekitar lho... dan kalian tau nggak yang ngantri tentunya pria (ikhwan) yang sholeh tentunya karena wanita yang baik untuk pria yang baik pula...

Semoga kalian semua saudari Muslimah yang belum mengenakan jilbab akhirnya mau mengenakan jilbab. Untuk pemahaman lebih jauh tentang berjilbab, kalian bisa tanya sama ustadzah atau siapapun yang pemahaman agamanya bagus. Kalian bisa juga bertanya pada saudari lainnya yang telah mengenakan jilbab. Ups, pake jilbab juga ada aturannya lho, gak asal pake jilbab trus beres. Banyak lho buku tentang jilbab untuk wanita muslimah.
Semoga Bermanfaat !!!!

.::Senyum Itu Ibadah.:: (^_^)


Islam mengajarkan ummatnya untuk “tersenyum” karena senyum adalah sedekah dan oleh karenanya adalah bagian dari ibadah.

Pengertian sedekah tidak terbatas hanya pada materi saja. Senyum merupakan sedekah yang paling mudah tetapi juga bisa menjadi sangat sulit diberikan oleh seseorang.

Pada dasarnya, semua orang bisa tersenyum dengan siapa saja. Namun, kadang karena ketidakseimbangan fisik maupun mental membuat sebagian orang sulit untuk tersenyum. Senyuman itu dapat menggambarkan suasana hati seseorang.

“Senyuman yang tulus dari seseorang memberikan refleksi kejiwaan positif kepada orang lain. Seorang muslim selalu diajarkan agar memiliki sifat lapang dada dan senantiasa terbuka menebarkan senyuman kepada orang lain.

Lebih jauh tentang makna senyuman, seorang muslim yang tersenyum saja telah menebarkan kegembiraan dan kasih sayang melalui senyumannya. Sejalan dengan misi Islam menebarkan keceriaan di muka bumi ini.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassalam telah memelopori pentingnya senyuman agar memberikan rasa nyaman kepada orang lain. Rasulullah pernah memotivasi para sahabatnya tentang makna senyuman itu.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh HR. Muslim, Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassalam berpesan, "Janganlah engkau memandang rendah perbuatan baik itu sedikitpun, walaupun hanya menemui saudara engkau dengan muka manis/cerah (=Ramah Senyum)."

“Senyummu kepada Saudaramu adalah Sedekah” (H.R. At-Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Al-Baihaqi)

Senyuman kini telah dikembangkan menjadi sebuah terapi yang menyejukkan diri sendiri dan orang lain.

Senyuman dapat mempengaruhi penampilan seseorang sehingga orang merasa lebih dihargai dan terlayani. “Sungguh luar biasa ajaran Islam yang meletakkan dasar akhlakul karimah, “

Wallahu a’lam bish-shawabi.

SEMOGA BERMANFAAT !!! (^_^)


.::Virus Merah Jambu Mulai Melanda::. oleh Al-jabar Ananda pada 21 Januari 2012 pukul 10:57 ·


Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

VMJ adalah istilah baru yang sudah dikenal cukup lama. sebenarnya sich bisa dibilang kudet juga alias kurang up date kalo masih ada diantara sobat muda yang ga kenal bahwa itu adalah Virus Merah Jambu. Virus merah jambu Ini bukan virus sembarangan Lho, virus ini bisa mematikan kemuliaan generasi muslim, semoga virus ini jauh dari sobat muda semua deh. virus ini bisa menghambat dan mengotori eksistensi iman, bisa melemahkan potensi dan menjauhkan kita dari kasih sayang illahi.

Emmm… ukuran sempurnanya iman seseorang salah satunya adalah dari seberapa besar kasih sayang kita terhadap saudaranya seiman, membenci dan mencintai hanya karena Allah semata. maka atas dasar rasa sayang inilah mari sama-sama kita ungkap tentang bahaya virus merah jambu.

Pada dasarnya rasa sayang yang special, takut kehilangan, ingin saling menjaga, ingin selalu bersama, adalah fitrah manusia. Semua yang normal diantara kita pasti pernah merasakanya. Tak seorangpun bisa menafikanya bukan?. Orang bilang itu cinta. Dan sebenarnya, perasaan tersebut bisa jadi motivator yang hebat dalam proses perbaikan diri seseorang. Bisa membuat semua jadi jauh lebih istimewa dari sebelumnya. tapi terkadang juga hingga bisa membuat manusia benar-benar terlena dalam ma’siat dan jatuh dalam jurang nista.

Ya, perasaan itu bisa memuliakan, bisa juga menghinakan seseorang. Tergantung bagaimana seseorang itu menyikapi ketika perasaan yang satu ini datang. Mungkin kita sama-sama tahulah mengenai aturan islam dalam pergaulan lawan jenis. Soal pacaran, jelas diharamkan dan merupakan ikatan yang sangat rentan. Rentan terhadap kekhawatiran, ketakutan ditinggalkan, rentan pada kemaksiatan..ah, mungkin kamu jauh lebih faham dech ya.

Nah, bagi yang sedang atau ingin pacaran sebelum nikah, mari kita sejenak berpikir jernih. yang jadi pertanyaan adalah, kenapa perasaan itu harus melalui ikatan yang jelas-jelas kita tau bahwa itu adalah salah dan diharamkan dalam Islam??. Padahal secara akal sehat saja, tak seorang pun yang dapat memastikan bahwa doi’ benar-benar akan jadi pasangan kita kelak??.

Perasaan itu bukan jaminan apa yang akan terjadi di depan kita. Tul ga??. Jangankan satu bulan atau bahkan satu tahun ke depan, yang akan terjadi besok aja tak seorangpun tahu pasti mengenai apa yang akan terjadi. Sobat Muda masih mungkin bertemu akhwat lain, begitu juga si Dia, masih mungkin bertemu dengan ikhwan laen. Kamu masih mungkin merasakan cinta pada yang lain, begitu juga dirinya.

Jangankan yang pacaran. yang dah nikah aja kemungkinan untuk berpisah dan beralih ke lain hati itu masih ada. ya ga??. Lalu kalo begitu, untuk apa donk pacaran?? tentunya sudah bisa memberikan jawaban, bahkan mungkin setumpuk jawaban dan ada di benak kamu. Ya bener, yang pasti, pertama menambah aktifitas kemaksiatan, dan tak menutup kemungkinan adanya beban yang mesti di tanggung sebelum waktunya. Setidaknya beban perasaan, pasti ada. Memang banyak hal manis yang terasa,,tapi ibarat sirup__yang manis, sangat manis__ tapi akankah selamanya ia kan terasa manis?.

Nah Loh…sekarang aku mo tanya. Kalo disuruh pilih, kamu pilih sirup atau air putih biasa??. Sirup memang manis, tapi sementara saja. Setelah habis manisnya, rasa dahaga seringkali tak kunjung sirna. Kadang masih ingin buat sirup lagi. Tapi jika seandainya stock sirup habis, tak ada lagi sirup…gmn coba??. Lain halnya dengan air putih.

Selain menyehatkan, ia kan selalu tersedia tuk melepas dahaga. Inilah perumpamaan, perbedaan antara pacaran dan menikah.
Sementara di sisi lain kita pun di tuntut mencintai Allah & Rasul-Nya lebih dari apapun atau siapapun. Islam menyajikan pelajaran yang berharga tentang manajemen cinta, tentang bagaimana manusia seharusnya menyusun skala prioritas cintanya.

Urutan tertinggi perasaan cinta adalah kepada Allah SUBHANAHU WA TA’ALA, kemudian kepada Rasul-Nya. Cinta pada sesama makhluk diurutkan sesuai dengan firman-Nya, kita bisa lihat di Qur’an Surat Annisa ayat ke-36, yang intinya adalah kepada kedua orangtua, karib-kerabat (yang mahram), anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya. Sedangkan harta, tempat tinggal, dan kekuasaan juga mendapat porsi untuk dicintai pada tataran yang lebih rendah.

Kembali ke Virus Merah Jambu, kalaulah kita dah tau bahwa tidak ada istilah pacaran dalam Islam, maka solusi terbaiknya adalah segera menikah. Akan tetapi jika memang  belum siap untuk menikah, perbanyaklah shaum dan beraktivitas yang bermanfaat untukm kegiatan dunia dan akhirat kita. kalau masalah pasangan..?? mintalah sama Alloh untuk diberikan pendamping hdup yang baik dan setia sampai jannah nanti.

Kalau difikir-fikir, langkah ini sangat sederhana, akan tetapi ngejalaninnya itu sebenarnya enggak mudah Lo. Kamu pasti akan mengalami banyak tantangan. baik itu tantangan dari hawanafsu pribadi ataupun bisikan dan godaan dari Lingkungan, tapi itulah ujian. Tinggal tergantung kamunya aja, mana yang ingin dipertahankan. Toh semua ini hanya pilihan yang membawa konsekwensi untuk langkah selanjutnya.

Yakin dech, tanpa pacaran, semua tetap bisa berjalan dengan lebih baik. Karenanya untuk apa mengikat diri dengan ikatan yang rentan?, Sementara kamu pun tau lah ya, ikatan yang rentan itu seperti apa.

Mungkin buat yang udah kebilang aktivis islam baik itu di rohis ataupun di LDK dan lain-lain, mungkin istilah pacaran sudah terhapus dalam kamus sehari-harinya, tapi ada cara lain untuk mengemas pacaran ini dengan istilah ta’aruf. dan bahasa komunikasinya pun dikemas dengan bahasa yang islami dikit.., mulai dengan motivasi qiyamullail ke lawan jenis lah brelanjut ke motivasi belajar yang berujung saling perhatiin masalah pribadinya…. fenomena sekarang kadang sangat ironis sekali, seorang aktivis laki-laki atau yang dikenal dengan sebutan ikhwan sms-in aktivis akhwat yang jauh disana.. sementara temen atau sodaranya sendiri disebelahnya solat shubuh telat aja.. dibiarin… waah yang ginian nich lebih berabe urusannya.., soalnya kalau aktivis islam udah punya penyakit kayak gini nich, dengan alasan koordinasi dakwah lah, dan seabrek alasan lain yang menghalalkan ikhtilath atau campurbaur ikwan dan akhwat dan bisa jadi sampai berkholwat atau berdua-dua an… serem khaan.

Sebaik-baik dan seindah-indah pacaran adalah pacaran setelah pernikahan. Namun yang jangan sampe terlupakan agar keindahan pacaran setelah pernikahan itu dapat kita rasakan, tentunya langkah-langkah menuju pernikahan itu harus di lalui sesuai syari’at Islam, alias bukan asal jalan…. Sudah tiba masa, dimana harus kita tunjukkan, siapa kita sebenarnya. Wahai generasi muslim sejati. Dimana ideology benar-benar diuji. Dimana lingkungan sering tak sesuai dengan ingin dalam hati.

Ingat sekali lagi, Barangsiapa Allah tujuannya, niscaya dunia akan melayaninya.  Namun siapa dunia tujuannya, niscaya kan letih dan pasti sengsara diperbudak dunia sampai akhir masa.  Allah melihat, Allah mendengar, segala sikap dan kata-kata, tiada kan luput satu pun jua. Allah tak kan lupa selama-lamanya…..

wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh …..!!!

Sumber .:: FAJRIFM ::. Suara Kebangkitan Islam